Cobalah menyebut “melaka” dan rasakan apa yang hadir dalam imajinasi. Sepintas seperti terlalu Melayu, tapi jejak Portugis justru menjadi penanda yang kental dari negeri (provinsi) di Malaysia ini. Belanda dan Cina peranakan kemudian membaur mencipta kota multietnis yang cantik.
Satu yang menonjol dari Melaka adalah The Red Square dengan tower jam yang dibuat pada 1886. Di satu sisinya Christ Church yang dibangun 1753 berdiri anggun berbalut kelir merah mendampingi Stadthuys. Kemudian ada bangunan bekas pos militer era Belanda, kincir air, museum Flora de la Mar Maritime, benteng A Famosa, juga gereja St. Francis Xavier yang jalinan ini dirajut oleh air mancur Queen Victoria.
Tak mengherankan bila UNESCO pada Juli 2008 menetapkan Melaka sebagai situs warisan dunia mendampingi George Town di Penang. Melaka yang berjarak dua jam dari menara kembar Petronas ini memiliki banyak bangunan peninggalan yang bersejarah.
Ada resto-museum Cheng Ho berada di Jalan Tukang Besi. Selain masih terdapat tukang besi tradisional pembuat perkakas seperti golok yang ditempa dengan arang, di jalan ini kisah laksamana pluralis Cheng Ho disajikan lewat wayang potehi. Di ujungnya, Jonker Street menawarkan rice ball untuk pengisi perut.
Jalan ini bersisian dengan Malacca River tempat perahu-perahu hilir mudik mengantar wisatawan. Saat sorot matahari menyelinap ke senja, pemandangan sungai semakin mempesona ditingkahi lampu-lampu dari bangunan-bangunan di tepiannya.
Di malam yang dibekap gerimis di awal Desember, The Red Square terlihat lebih merah di atas hamparan paving. Merah yang mewakili semangat untuk menghadirkan kembali cerita dari masa lalu yang melankolis.
what a wonderfull town… Bangsa yang beradab adalah bangsa yang melestarikan sejarahnya.
setujuu..
kalau Kota Tua bisa gk yah diakui Unesco jg?
Bisa aja sih. Tinggal lobby pemerintah ke UNESCO, tapi perlu restorasi kawasannya dulu..
emang bias lobby2 gitu yah