Objektivitas Foto

Fotografi muncul untuk menggapai cita-cita obyektivitas, karena dipercaya mampu memaparkan kembali realitas visual secara presisi. Berbeda dengan lukisan yang bergantung pada tekanan dan sapuan kuas, foto dianggap merupakan jiplakan alam nyata ke dalam medium lembar dua dimensi. Dan kamera membantu fotografer memindahkan imaji tersebut.

Namun apakah foto selalu obyektif? Menilik dari proses terciptanya foto yang melibatkan sepenuhnya fotografer maka keterlibatan unsur subjektivitas adalah keniscayaan. Kalau kita sepakat bahwa kamera mewakili penglihatan fotografer, maka keterwakilan itu merupakan subjektivitas. Atau bila foto merupakan medium untuk menyampaikan gagasan fotografer, maka gagasan dan upaya untuk bercerita itu sendiri adalah subjektivitas.

Selanjutnya penulis akan banyak membahas tentang foto jurnalistik di tulisan ini karena objektivitas selalu menjadi perbincangan menarik dalam bidang fotografi ini. Dan terutama, batasan subjektivitas teramat penting dalam jurnalistik dibanding fotografi dalam bidang fashion, modelling, foto seni, dan seterusnya.

Pemilihan tampilan hitam-putih atau warna, pengambilan sudut pandang, penentuan lensa, sampai penggunaan flash—untuk memunculkan elemen tertentu dan membuat yang lain terlihat gelap—mengandung unsur subjektivitas. Fred S Parrish, dalam “Photojournalism: An Introduction” membuat sindiran tajam dengan kartun Calvin & Hobbes mengenai subjektivitas ini. Mereka memaparkan bahwa hanya dengan menggeser posisi pemotretan saja sebuah foto bisa bermakna jauh berbeda.

Calvin & Hobbes

Calvin & Hobbes

James Nachtwey dalam satu wawancara dengan Tempo mengatakan, “Saya tak pernah mengklaim diri selalu objektif. Saya punya simpati, memihak pada yang lemah dan terkalahkan di mata keadilan. Tidak selalu objektif, memang. Tapi saya berusaha keras untuk jujur.”

Eddie Adams kepada TIME berkata, “… Masyarakat memercayainya (foto maksudnya); tapi foto berbohong, bahkan tanpa manipulasi. Ia hanyalah setengah kebenaran…”

Tim Hetherington, jurnalis foto sarat penghargaan yang tewas di Libya berkomentar pada majalah Outside bahwa dirinya tak pernah tertarik dengan objektivitas. “Apalah objektivitas itu? Selalu terasa ada subjektivitas bahwa Al Jazeera memiliki sudut pandang, CNN punya sudut pandang…”

Contoh sederhana subjektivitas jurnalis adalah ketika memotret suatu kampanye. Bila ia bersimpati pada si politikus maka biasanya ia akan menampilkan sosok ini sebagai orang yang menawan. Menunggu ekspresi si politikus, bahasa tubuh, dan aksi yang tampak bagus. Saat mengepal ke udara, berteriak bersemangat, misalnya. Ia pun bisa memotret massa simpatisan terlihat penuh, seolah-olah area kampanye dipenuhi simpatisan. Caranya mudah, hanya perlu mengambil sudut di mana keramaian itu terkonsentrasi, padahal, mungkin saja di satu bagian lain banyak kursi atau tempat yang kosong. Dan sebaliknya, bila jurnalis foto “tak suka” dengan si politisi, maka ia akan mencari-cari hal yang terkesan negatif. Mungkin saja saat ekspresi sosoknya sedang sinis, terlihat konyol, dan seterusnya.

Mestinya tugas jurnalis foto jelas, mewartakan cerita dalam bentuk gambar dengan tidak mengurangi dan melebih-lebihkannya.

Kelly McBride dan Tom Rosentiel dalam “The New Ethics of Journalism: Principles for the 21st Century” (2014) menegaskan pentingnya transparansi, terutama di era digital ini. Dibanding mengejar objetivitas, menjunjung transparansi lebih berarti bagi pembaca.

Menjadi transparan yang dimaksud adalah memaparkan kepada pembaca bagaimana proses reportase (mengumpulkan informasi, menemui narasumber, dan seterusnya) hingga bagaimana menyajikan berita tersebut. Dengan menjadi transparan, pembaca tahu sedari awal bila jurnalis kemungkinan mengalami bias.

Pembaca berhak tahu misalnya sebuah foto dibuat dalam rangka promosi, dibiayai oleh tokoh tertentu atau instansi, dan seterusnya. Dengan menjadi transparan, jurnalis foto dapat berkompromi antara tugas dan tanggungjawabnya kepada publik.

About taufanwijaya

Konten terbaru silakan mengunjungi Instagram dan Youtube. @taufanwijaya_
This entry was posted in Jurnalistik and tagged , , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to Objektivitas Foto

  1. winnymarlina says:

    aku suka di photo aja haha

Leave a comment